Sabtu, 17 Maret 2012

Kerusakn Hutan Mangrove Tarakan Akibat Pendirian Pemukiman Warga


BAB I
PENDAHULUAN

A.        Latar Belakang
a. Mangrove
Indonesia merupakan negara kepulauan dengan jumlah pulau sekitar 17.508 pulau dan panjang pantai kurang lebih 81.000 km, memiliki sumberdaya pesisir yang sangat besar, baik hayati maupun nonhayati. Pesisir merupakan wilayah perbatasan antara daratan dan laut, oleh karena itu wilayah ini dipengaruhi oleh proses-proses yang ada di darat maupun yang ada di laut. Wilayah demikian disebut sebagai ekoton, yaitu daerah transisi yang sangat tajam antara dua atau lebih komunitas (Odum, 1983 dalam Kaswadji, 2001). Sebagai daerah transisi, ekoton dihuni oleh organisme yang berasal dari kedua komunitas tersebut, yang secara berangsur-angsur menghilang dan diganti oleh spesies lain yang merupakan ciri ekoton, dimana seringkali kelimpahannya lebih besar dari dari komunitas yang mengapitnya. Sebagai salah satu ekosistem pesisir, hutan mangrove merupakan ekosistem yang unik dan rawan.
Hutan mangrove dibedakan dengan hutan pantai dan hutan rawa. Hutan pantai yaitu hutan yang tumbuh disepanjang pantai, tanahnya kering, tidak pernah mengalami genangan air laut ataupun air tawar. Ekosistem hutan pantai dapat terdapat  disepanjang pantai yang curam di atas garis pasang air laut. Kawasan ekosistem hutan pantai ini tanahnya berpasir dan mungkin berbatu-batu. Sedangkan hutan rawa adalah hutan yang tumbuh dalam kawasan yang selalu tergenang air tawar. Oleh karena itu, hutan rawa terdapat di daerah yang landai, biasanya terletak di belakang hutan payau.
Fungsi ekosistem mangrove  mencakup fungsi  fisik (menjaga garis pantai agar tetap stabil, melindungi pantai dari erosi laut/abrasi, intrusi air laut, mempercepat perluasan lahan, dan mengolah bahan limbah), fungsi biologis (tempat pembenihan ikan, udang, tempat pemijahan beberapa biota air, tempat bersarangnya burung, habitat alami bagi berbagai jenis biota) dan fungsi ekonomi (sumber bahan baker, pertambakan, tempat pembuatan garam, bahan bangunan dll. (Naamin, 1990), makanan, obat-obatan & minuman, gula alcohol, asam cuka, perikanan, pertanian, pakan ternak, pupuk, produksi kertas & tannin dll. Menurut Wada (1999) bahwa 80% dari  ikan komersial yang tertangkap di perairan lepas/dan pantai ternyata mempunyai hubungan erat dengan rantai makanan yang terdapat dalam ekosistem mangrove. Hal ini membuktikan bahwa kawasan mangrove telah menjadi  kawasan tempat breeding & nurturing bagi ikan-ikan dan beberapa biota laut lainnya. Hutan mangrove juga berfungsi sebagai habitat satwa liar, penahan angina laut, penahan sediment yang terangkut dari bagian hulu dan sumber nutrisi biota laut. Kusmana (1996) menyatakan bahwa hutan mangrove berfungsi sebagai: 1) penghalang terhadap erosi pantai dan gempuran ombak yang kuat; 2) pengolah limbah organic; 3) tempat mencari makan, memijah dan bertelur berbagai biota laut; 4) habitat berbagai jenis margasatwa; 5) penghasil kayu dan non kayu; 6) potensi ekoturisme.
            Gosalam et al. (2000) telah mengisolasi bakteri dari ekosistem hutan mangrove yang mampu mendegradasi residu minyak bumi yaitu Alcaligenes faecalis, Pseudomonas pycianea, Corynebacterium pseudodiphtheriticum, Rothia sp., Bacillus coagulans, Bacillus brevis dan Flavobacterium sp. Hutan mangrove secara mencolok mengurangi dampak negative tsunami di pesisir pantai berbagai Negara di Asia (Anonim, 2005a). Ishyanto et al. (2003) menyatakan bahwa Rhizophora memantulkan, meneruskan dan menyerap energi gelombang tsunami yang diwujudkan dalam perubahan tinggi gelombang tsunami ketika menjalar melalui rumpun Rhizophora (bakau). Venkataramani (2004) menyatakan bahwa hutan mangrove yang lebat berfungsi seperti tembok alami. Dibuktikan di desa Moawo (Nias) penduduk selamat dari terjangan tsunami karena daerah ini terdapat hutan mangrove yang lebarnya 200-300 m dan dengan kerapatan pohon berdiameter > 20 cm sangat lebat. Hutan mangrove mengurangi dampak tsunami melalui dua cara, yaitu: kecepatan air berkurang karena pergesekan dengan hutan mangrove yang lebat, dan volume air dari gelombang tsunami yang sampai ke daratan menjadi sedikit karena air tersebar ke banyak saluran (kanal) yang terdapat di ekosistem mangrove.

b. Tarakan
Kota Tarakan merupakan kota terbesar ketiga di provinsi kalimantan Timur, Indonesia dan juga merupakan kota terkaya ke-17 di Indonesia. Kota ini memiliki luas wilayah 250,80 km² dan sesuai dengan data Badan Kependudukan Catatan Sipil dan Keluarga Berencana Kota Tarakan pada Agustus 2011 berpenduduk sebanyak 239.787 jiwa. Tarakan atau juga dikenal sebagai Bumi Paguntaka, berada pada sebuah pulau kecil yang terletak di utara Kalimantan Timur. Semboyan dari kota Tarakan adalah Tarakan Kota "BAIS" (Bersih, Aman, Indah, Sehat dan Sejahtera). Kota  Tarakan, yang secara geografis terletak pada 3°14'23" - 3°26'37" Lintang Utara dan 117°30'50" - 117°40'12" Bujur Timur, terdiri dari 2 (dua) pulau, yaitu Pulau Tarakan dan Pulau Sadau dengan luas wilayah mencapai 657,33 km².
Adapaun batas-batas wilayah sebagai berikut :
·         Sebelah Utara : Kecamatan Pulau Bunyu
·         Sebelah Timur : Laut Sulawesi
·         Sebelah Selatan : Kecamatan Tanjung Palas
·         Sebelah Barat : Kecamatan Sesayap dan Kecamatan Sekatak
Suhu udara minimum Kota Tarakan rata-rata 24,1 °C dan maksimum 31,1 °C dengan Kelembabab rata-rata 84,7%. Curah Hujan dalam 5 tahun terakhir rata-rata sekitar 308,2 mm/bulan dan penyinaran rata-rata 49,82%, telah memberikan julukan tersendiri bagi pulau ini sebagai daerah yang tak kenal musim.
Berdasarkan data yang ada pada hasil Sensus Penduduk 2010, jumlah penduduk Kota Tarakan mencapai 193.069 jiwa, terdiri dari laki-laki = 101.464 jiwa dan perempuan = 91.605 jiwa.

B.        Rumusan Masalah
            Masalah yang akan dibahas dalam karya tulis ini adalah :
1.     Apa yang menyebabkan terjadinya kerusakan pada hutan mangrove di Tarakan?
2.     Apa yang menyebabkan hutan mangrove di jadikan sebagai pemukiman warga?
3.     Apa dampak yang diakibatkan oleh kerusakan hutan mangrove dijadikan sebagai pemukiman di Tarakan baik terhadap lingkungan & warga masyarakat sendiri?

C.        Batasan Masalah
Dari rumusan masalah yang terpapar diatas diperoleh gambaran dimensi permasalahan yang begitu luas. Namun, menyadari adanya keterbatasan waktu dan kemampuan, maka penulis memandang perlu memberi  batasan masalah secara jelas dan terfokus.
Selanjutnya permasalahan yang menjadi obyek  penulisan karya tulis ilmiah ini dibatasi hanya pada 1 penyebab yang mengakibatkan kerusakan hutan mangrove di Kota Tarakan & dampak dari kerusakan hutan mangrove tersebut.








D.        Tujuan          
1. Menjadi acuan bagi mahasiswa agar melestarikan hutan mangrove serta berperan aktif mengajak masyarakat untuk ikut melestarikan hutan mangrove.
2. memberikan pemahaman bahwa hutan mangrove memiliki peran penting bagi kehidupan.
3. memacu untuk memanfaatkan hutan mangrove dengan baik dan menjaganya.

E.      Metode Penelitian
Metode yang digunakan pada penulisan karya tulis ilmiah ini adalah menggunakan metode studi pustaka.

F.      Sistematika Penulisan
Data didapatkan dari Dinas Kehutanan. Dalam penulisan ini tidak memberikan angket atau kuisioner kepada warga yang tinggal dikawasan tersebut dikarenakan waktu tidak mencukupi, sehingga hanya menggunakan data yang diperoleh dari Dinas terkait.














           
BAB II
LANDASAN TEORI

A.    Pengertian Hutan Mangrove
Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi oleh beberapa spesies pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur (Bengen,2004:16).hutan mangrove adalah hutan di daerah dekat pantai yangdipengaruhi air payau, biyasanya ditunggui jenis bakau Rhizophora, Api-api, Avicennia , dan pedada (Depdiknas,1991:362).
B.     Fungsi Ekologis Hutan Mangrove
Hutan mangrove mempunyai fungsi ekologis sebagai berikut:
a.       sebagai peredam gelombang dan angin badai, pelindung pantai dari abrasi, penahan lumpur dan perangkap sedimen yang diangkat oleh aliran air permukaan.
b.      sebagai penghasil sejumlah besar detritus, terutama yang berasal dari daun dan dahan pohon mangrove yang rontok. Sebagian dari detritus ini dimanfaatkan sebagai bahan makanan bagi para pemakan detritus dan sebagian lagi diuraikan secara bakterial menjadi mineral-mineral hara yang berperan dalam penyuburan perairan.
c.       sebagai daerah asuhan (nursery ground), daerah mencari makanan (feeding ground) dan daerah pemijahan (spawning ground) bermacam biota perairan (ikan, udang dan kerang-kerangan…)baik yang hidup di perairan pantai maupun lepas pantai (Bengen, 2004:23).
C.    Dampak Kegiatan Manusia Pada Ekosistem Hutan Mangrove
Dampak dari aktivitas manusia terhadap ekosistem mangrove, menyebabkan luasan hutan mangrove turun cukup menghawatirkan. Luas hutan mangrove di Indonesia turun dari 5,21 juta hektar antara tahun 1982 – 1987, menjadi 3,24 hektar, dan makin menyusut menjadi 2,5 juta hektar pada tahun 1993 (Widigdo, 2000). Bergantung cara pengukurannya, memang angka-angka di atas tidak sama antar peneliti. Khazali (1999), menyebut angka 3,5 juta hektar, sedangkan Lawrence (1998), menyebut kisaran antara 3,24 – 3,73 juta hektar.

Tabel 1 : Beberapa Dampak Kegiatan Manusia Terhadap Ekosistem Mangrove
Kegiatan
Dampak potensial






Tebang habis
Berubahnya komposisi tumbuhan; pohon-pohon mangrove akan digantikan oleh spesies-spesies yang nilai ekonominya rendah dan hutan mangrove yang ditebang ini tidak lagi berfungsi sebagai daerah mencari makan (feeding ground) dan daerah pengasuhan (nursery ground) yang optimal bagi bermacam ikan dan udang stadium muda yang penting secara ekonomi





Pengalihan aliran air tawar, misalnya pada pembangunan irigasi
• • Peningkatan salinitas hutan (rawa) mangrove menyebabkan dominasi dari spesies-spesies yang lebih toleran terhadap air yang menjadi lebih asin; ikan dan udang dalam stadium larva dan juvenil mungkin tak
dapat mentoleransi peningkatan salinitas, karena mereka lebih sensitif terhadap perubahan lingkungan.
• • Menurunnya tingkat kesuburan hutan mangrove karena pasokan zat-zat hara melalui aliran air tawar berkurang.




Konversi menjadi lahan pertanian, perikanan


• • Mengancam regenerasi stok-stok ikan dan udang di perairan lepas pantai yang memerlukan hutan (rawa) mangrove sebagai nursery ground larva dan/atau stadium muda ikan dan udang.
• • Pencemaran laut oleh bahan-bahan pencemar yang sebelum hutan mangrove dikonversi dapat diikat oleh substrat hutan mangrove.
• • Pendangkalan peraian pantai karena pengendapan sedimen yang
sebelum hutan mangrove dikonversi mengendap di hutan mangrove.
• • Intrusi garam melalui saluran-saluran alam yang bertahankan keberadaannya atau melalui saluran-saluran buatan manusia yang bermuara di laut.
• • Erosi garis pantai yang sebelumnya ditumbuhi mangrove.






Pembuangan sampah cair
(Sewage)
• • Penurunan kandungan oksigen terlarut dalah air air, bahkan dapat
terjadi keadaan anoksik dalam air sehingga bahan organik yang
terdapat dalam sampah cair mengalami dekomposisi anaerobik yang
antara lain menghasilkan hidrogen sulfida (H2S) dan aminia (NH3)
yang keduanya merupakan racun bagi organisme hewani dalam air.
Bau H2S seperti telur busuk yang dapat dijadikan indikasi
berlangsungnya dekomposisi anaerobik.
Pembuangan
sampah padat
• • Kemungkinan terlapisnya pneumatofora dengan sampah padat yang
akan mengakibatkan kematian pohon-pohon mangrove.
• • Perembesan bahan-bahan pencemar dalam sampah padat yang
kemudian larut dalam air ke perairan di sekitar pembuangan sampah.




• • Pencemaran minyak akibat terjadinya tumpahan minyak dalam
jumlah besar.
• • Penambangan  dan ekstraksi mineral.
• • Kematian pohon-pohon mangrove akibat terlapisnya pneumatofora
oleh lapisan minyak.
• • Kerusakan total di lokasi penambangan dan ekstraksi mineral yang
dapat mengakibatkan :
− − musnahnya daerah asuhan (nursery ground) bagi larva dan
bentuk-bentuk juvenil ikan dan udang yang bernilai ekonomi penting
di lepas pantai, dan dengan demikian mengancam regenerasi ikan dan
udang tersebut.

• • Pengendapan sedimen yang berlebihan dapat mengakibatkan :
− − Terlapisnya pneumatofora oleh sedimen yang pada akhirnya
dapat mematikan pohon mangrove.
Sumber : Berwick, 1983 dalam Dahuri, et al., 1996.






















BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A.    Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian dengan menggunakan data sekunder ,  yaitu penelitian melalui data yang diperoleh langsung dari Dinas Kehutanan Kota  Tarakan.
B.     Sasaran Penelitian
Sasaran penelitian adalah warga yang mendirikan pemukiman di kawasan hutan mangrove.
C.    Tempat dan Waktu Penelitian
Data penelitian ini di ambil di Dinas Kehutanan Kota Tarakan pada hari Senin, 9 Januari 2012 pukul  09.00 Wita.
D.    Prosedur Penelitian
Langkah-langkah pengambilan data penelitian tersebut adalah :
memasukkan surat yang telah di buat oleh Kajur Pendidikan Biologi ke kantor Dinas Kehutanan pada hari Jumat, 6 Januari 2012 . kemudian data diambil pada hari Senin, 9 Januari 2012.
E.     Instrumen Data
Menggunakan data yang telah diberikan oleh Dinas Kehutanan Kota Tarakan & juga menggunakan bahan pustaka lain melalui internet.
F.     Teknis Analisis Data
Dalam analisi data sekunder  ini, peneliti menggunakan teknik deskriptif yang mudah dipahami.






BAB IV
PEMBAHASAN

A.    Hal-hal yang Menyebabkan Terjadinya Kerusakan Hutan Mangrove di Kota Tarakan
Kota Tarakan termasuk kedalam wilayah pesisir karena secara geografis, Tarakan merupakan Kota yang berbentuk pulau sehingga disebut juga sebagai wilayah pesisir. Berdasarkan SK Menhut No.79/200, tentang penunjukan kawasan hutan dan perairan, luas kawasan hutan kota di Tarakan kurang lebih 4.900 ha atau 20% dari luas daratan yang luasnya sekitar 24.500 ha, yang terdiri dari HL 2.400 dan HP kurang lebih 2.500 ha. Namun perlu diketahui kondisi kawasan hutan saat ini telah mengalami degradasi kuantitas maupun kualitas karena penggunaan lahan yang tidak terkendali, yang berakibat terganggunya ekosistem dan ketidakpastian perencanaan pengelolaannya. Kota Tarakan memiliki lahan hutan mangrove yang cukup luas. Namun, dengan banyaknya hutan mangrove di kota Tarakan ini tidak menutup kemungkinan ada permasalahan yang dihadapi dalam melestarikan dan membudidayakan hutan mangrove ini.
Ada beberapa hal yang menyebabkan kerusakan pada hutan mangrove. Mulai dari peralihan fungsi hutan mangrove sebagai pertambakan, pemukiman warga, adanya warga yang mengklaim hutan mangrove tersebut sebagai miliknya yang akhirnya kembali mengubah fungsi dari keberadaan hutan mangrove tersebut. penduduk lokal telah lama menggunakan berbagai pohon bakau untuk kayu bakar, bahan bangunan, tonggak-tonggak bagan, tempat memasang jaring ikan, bahan arang dan lain sebagainya. Pemanfaatan yang tidak terkontrol, karena ketergantungan masyarakat yang menempati wilayah pesisir sangat tinggi. Konversi hutan mangrove untuk berbagai kepentingan tanpa mempertimbangkan kelestarian dan fungsinya terhadap lingkungan sekitar.
 Namun, dari beberapa permasalan yang muncul di atas, dari data yang di dapatkan pada Dinas Kehutanan yang menangani bagian hutan mangrove menyatakan bahwa permasalahan tersebut tidak menjadi masalah yang sangat signifikan sejak 5 tahun terkahir.

B.     Penyebab Warga Lebih Memilih Mendirikan Rumah Dikawasan Mangrove
Seperti telah diterangkan diatas , Tarakan yang berada pada kawasan pesisir menjadikan warganya banyak yang mencari nafkah dengan berprofesi sebagai nelayan. Dengan berprofesi sebagai nelayan menyebabkan warga banyak yang memilih untuk tinggal menetap dipinggiran laut dimana disitu merupakan kawasan hutan mangrove.
Berdasarkan kemampuan daya dukung (carrying capacity) dan kemampuan alamiah untuk memperbaharui (assimilative capacity), serta kesesuaian penggunaannya, kawasan pantai dan hutan mangrove menjadi sasaran atas kegiatan eksploitasi sumberdaya alam dan pencemaran lingkungan akibat tuntutan pembangunan yang masih cenderung lebih menitikberatkan bidang ekonomi. Semakin banyak manfaat/keuntungan ekonomis diperoleh, maka semakin berat pula beban kerusakan lingkungan/ekologis yang ditimbulkannya. Begitu pula sebaliknya, bila semakin sedikit manfaat/keuntungan ekonomis, semakin ringan pula kerusakan lingkungan yang ditimbulkannya.
Dengan mendirikan rumah dikawasan tersebut yang merupakan kawasan hutan mangrove yang  juga merupakan pinggiran laut maka warga merasa tidak perlu membayar atas tanah yang mereka gunakan. Warga beramai-ramai mematok kayu untuk dijadikan sebagai penanda kepemilikan lahan tersebut karena di anggap kawasan tersebut merupakan lahan gratis dan sangat rugi jika tidak segera dikuasai. Dengan keadaan seperti tersebut disebabkan kurangnya pengetahuan mengenai status fungsi dan kepemilikan lahan pada kawasan pantai dan hutan mangrove.
Penyebab lainnya adalah mengatasnamakan kesukuan. Sehingga apabila menyangkut hal ini, pemerintah tidak dapat melakukan apa-apa untuk mencegahnya. Dengan mengatasnamakan suku asli banyak warga yang mendirikan rumah dikawasan hutan mangrove tersebut karena mereka lebih senang tinggal dipinggir laut, selain tanah yang mereka gunakan gratis namun juga sesuai dengan profesi mereka sebagai nelayan. Untuk membangun rumahnya, mereka menggunakan bahan-bahan kayu yang ditebang dari hutan mangrove.
Masalah lain yang menyebabkan warga banyak mendirikan rumah dikawasan hutan mangrove adalah  karena semakin berkurangnya lahan yang terdapat didaratan. Banyak hal yang menyebabkan berkurangnya lahan yang didirikan didaratan adalah semakin meningkatnya pembangunan dikota Tarakan dimana para cukong-cukong kaya banyak yang membeli lahan warga yang kemudian mendirikan pusat-pusat pertokoan sehingga warga yang telah menjual lahan yang dimilikinya pindah dan mendirikan rumah dikawasan perairan yang juga merupakan kawasan hutan mangrove.

C.    Dampak Dari Kerusakan Hutan Mangrove
1.      Dampak terhadap lingkungan
Akibat dari kerusakan hutan mangrove yang diakibatkan oleh dijadikannya hutan mangrove sebagai pemukiman warga adalah yang pertama terjadinya intrusi air laut.  Instrusi air laut adalah masuknya atau merembesnya air laut ke arah daratan sampai mengakibatkan air tawar sumur/sungai menurun mutunya, bahkan menjadi payau atau asin (Harianto, 1999). Dampak instrusi air laut ini sangat penting, karena air tawar yang tercemar intrusi air laut akan menyebabkan keracunan bila diminum dan  dapat merusak akar tanaman. Dampak intrusi air ini dapat terlihat dikawasan Jl. Gajah Mada atau lebih tepatnya didepan Kawasan Konservasi Mangrove dan Bekantan (KKMB) Kota Tarakan. Intrusi ini biasa terjadi pada saat pasang laut meningkat apalagi pada saat bulan purnama dimana air laut pasang naik pada puncaknya saat purnama tersebut.
Kedua adalah penurunan keanekaragaman hayati diwilayah tersebut. Dengan dialih fungsikannya hutan mangrove menjadi pemukiman, maka secara tidak langsung mengakibatkan mikro maupun makroorganisme yang ada pada kawasan tersebut menjadi menurun. Seperti diketahui kawasan mangrove adalah kawasan yang juga banyak sebagai tempat hidup atau habitat dari udang, ikan, dan gastropoda, bekantan, monyet. Dengan dibangunnya pemukiman dikawasan tersebut maka akan menyebabkan fauna yang hidup dihabitat tersebut akan kehilangan tempat tinggalnya dan akhirnya tidak lagi menetap dikawasan tersebut.
Ketiga adalah peningkatan abrasi pantai. Dengan didirikannya pemukiman, maka lahan mangrove yang telah ditebangi untuk dijadikan rumah –rumah tersebut maka tidak ada lagi yang bisa menahan gelombang laut sehingga menyebabkan abrasi pantai. Seperti diketahui beberapa fungsi mangrove salah satunya adalah sebagai penahan pasan glaut apalagi terjdi pasang sehingga air laut tidak langsung terhempas kepinggir pantai dikarenakan sebelum mencapai daratan gelombang pecah mengenai akar-akar & batang mangrove.
Terakhir, terjadinya pencemaran lingkungan. Pencemaran dapat terjadi karena warga yang tinggal dikawasan tersebut biasanya selalu membuang sampah kelaut. Warga yang tinggal dikawasan tersebut berpendapat lebih praktis jika sampahnya dibuang saja kelaut, karena langsung dilempar saja melalui jendela. Jika sampah yang dibuang adalah sampah organik maka sampah itu akan mudah teruraikan. Namun, kebanyakan yang dibuang juga sampah anorganik dimana sampah-sampah tersebut tidak mudah untuk diuraikan. Semakin lama sampah tersebut akan menumpuk dan mencemari lingkungan.
2.      Dampak terhadap warga masyarakat
Dengan menurunnya keanekaragaman hayati dikawasan hutan mangrove maka akan memberikan dampak yang signifikan kepada masyarakat. Mulai dari berkurangnya hasil tangkapan ikan dikarenakan hutan mangrove yang juga sebagai habitat beberapa jenis ikan dan sebagai sumber makanan telah berkurang bahkan habis menyebabkan ikan-ikan tersebut tidak lagi berada dikawasan tersebut.
Dengan terjadinya abrasi pantai yang diakibatkan oleh berkurangnya kawasan mangrove maka luas daratan akan semakin berkurang karena terkikisnya pesisir pantai. Hal itu juga menyebabkan warga yang tinggal dipesisir tersebut akan merasa terancam apabila terjadi gelombang besar dan tiupan angin kencang. Hal yang juga menjadi ancaman bagi warga adalah pada saat terjaid intrasi air, dimana warga tidak dapat kemana-kemana dikarenakan jalan digenangi oleh air laut, selain itu juga dapat mencemari air disekitar rumah warga yang tinggal dikawasan tersebut.
Dampak lainnya adalah pencemaran lingkungan, dengan membuang samah sembarangan dikawasan tersebut mengakibatkan terjadinya  penumpukan sampah. Penumpukan sampah tersebut mengakibatkan banyak hal. Mulai dari pemandangan yang tidak enak untuk dilihat, mencemari penciuman dimana akan selalu tercium bau busuk, dan juga warga disekitar gampang terserang penyakit. Seperti diare, muntaber, bahkan demam berdarah.






BAB V
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa kerusakan hutan mangrove Kota Tarakan yang disebabkan oleh manusia adalah menjadikan kawasan tersebut sebagai pemukiman, pertambakan, serta pengklaiman sebagai kepemilikan pribadi. Pembangunan perumahan warga atau dijadikannya sebagai pemukiman diakibatkan oleh kurangnya pengetahuan warga mengenai fungsi dan manfaat dari keberadaan hutan mangrove tersebut serta karena dorongan faktor ekonomi. Hal-hal yang terjadi akibat rusaknya hutan mangrove adalah instrusi air laut, penurunan keanekaragaman hayati, abrasi pantai, dan pencemaran lingkungan yang nantinya juga memberikan dampak buruk untuk warga masyarakt itu sendiri.
B.     Saran
Diperlukan adanya sosialisasi kepada masyarakat untuk pentingnya menjaga kelestarian ekosistem mangrove yang ada diTarakan yang dilakukan oleh Pemerintah & Dinas-Dinas terkait. Selain itu juga sebagai mahasiswa Biologi kita dapat ikut berperan aktif dalam menjaga dan melestarikan ekosistem mangrove diKota Tarakan ini.










DAFTAR PUSTAKA

Dinas Kehutanan Kota Tarakan




1 komentar:

  1. ini asli KARYA TULIS ILMIAH saya sendiri loh, yg di buat untuk mata kuliah Biologi Laut sebagai pengganti UAS .
    semoga bermanfaat :)

    BalasHapus