Sabtu, 17 Maret 2012

Praktikum Biokimia "PROTEIN"


I.       PENDAHULUAN
A.     Latar belakang
Secara umum, bahan makanan mengandung karbohidrat, protein, dan lemak. Protein merupakan biopolimer polipeptida yang tersusun dari sejumlah asam amino yang dihubungkan oleh ikatan peptida. Protein merupakan biopolymer yang multifungsi, yaitu sebagai struktural pada sel maupun jaringan dan organ, sebagai enzim suatu biokatalis, sebagai pengemban atau pembawa senyawa atau zat ketika melalui biomembran sel, dan sebagai zat pengatur. (Hawab, HM : 2004)
Protein (protos yang berarti ”paling utama") adalah senyawa organik kompleks yang mempuyai bobot molekul tinggi yang merupakan polimer dari monomer-monomer asam amino yang dihubungkan satu sama lain dengan ikatan peptida. Peptida dan protein merupakan polimer kondensasi asam amino dengan penghilangan unsur air dari gugus amino dan gugus karboksil. Jika bobot molekul senyawa lebih kecil dari 6.000, biasanya digolongkan sebagai polipeptida.
Protein merupakan instrumen yang mengekspresikan informasi genetik. Protein mempunyai fungsi unik bagi tubuh, antara lain menyediakan bahan-bahan yang penting peranannya untuk pertumbuhan dan memelihara jaringan tubuh, mengatur kelangsungan proses di dalam tubuh, dan memberi tenaga jika keperluannya tidak dapat dipenuhi oleh karbohidrat dan lemak. Protein ada yang reaktif karena asam amino penyusunnya mengandung gugus fungsi yang reaktif, seperti SH, -OH, NH2, dan –COOH. Contoh protein aktif adalah enzim, hormon, antibodi, dan protein transport. (Fessenden : 1986)
Protein dibuat dari satu atau lebih ikatan asam amino. Protein ini disebut juga polypeptide sebab beberapa asam amino saling berikatan dalam ikatan peptide. Kehadiran ikatan-ikatan peptide dideteksi dengan melakukan uji kimia bernama biuret. Pada tes ini, yang pertama kali dilakukan adalah dengan mencampurkan Natruim Hidroksida kedalam sampel tersebut lalu di tambahkan tembaga (II) sulfat 1% perlahan-lahan dengan cara meneteskan pada sampel dan kemudian sampel dipanaskan.
Penambahan tembaga (II) sulfat 1% bertujuan untuk membantu pembentukan kompleks nitrogen dan karbon dari ikatan-ikatan peptide dalam larutan basa. Perubahan warna yang terjadi pada sampel,menjadi indikator apakah pengujian tersebut bersifat positif atau negative. Ketika sampel berubah menjadi ungu ittu berarti bahwa sampel mengandung protein. Ikatan-ikatan peptide yang terdapat dalam suatu sampel mempunyai jumlah yang kurang lebih sama untuk per gram protein. Jika ikatan peptide yang terdapat dalam suatu sampel jumlahnya melebihi jumlah niormal, maka perubahan warna yang terjadi setelah proses pengujian akan tampak lebih pekat (ungu gelap). Beberapa protein mengandung sulfur yang berupa ikatan kompleks dengan molekul yang terdiri dari karbon, hydrogen, oksigen, dan nitrogen. Ada banyak kesamaan antara asam amino dan melokul biuret dan keduanya bereaksi dengan cara yang sama. Reagen biuret biru mudah larut, yang berubah menjadi ungu jika di campur dengan larutan yang mengandung protein.
Tembaga (Cu) merupakan unsure kimia yang dapat bereaksi dengan larutan yang mengandung protein jika berada dalam kondisi basa dan menghasilkan warna violet atau ungu. Hal ini dapat digunakan untuk menentukkan ada atau tidak adanya protein dalam suatu larutan ata senyawa atau kimia kompleks.

B.      Tujuan
Adapun tujuan dari diadakannya praktikum ini adalah untuk mengetahui keberadaan protein dalam suatu sampel senyawa kompleks



II.    TINJAUAN PUSTAKA
A.    Protein
Protein merupakan suatu zat makanan yang sangat penting bagi tubuh karena zat ini berfungsi sebagai sumber energi dalam tubuh serta sebagai zat pembangun dn pengatur. Protein adlaah polimer dari asam amino yang dihubungkan dengan ikatan peptida. Molekul protein mengandung unsur-umsur C, H, O, N, P, S, dan terkadang mengandung unsur logam seperti besi dan tembaga (Winarno, 1992).
Protein merupakan suatu polipeptida dengan BM yang sangat bervariasi dari 5000 samapi lebih dari satu juta karena molekul protein yang besar, protein sangat mudah mengalami perubahan fisis dan aktivitas biologisnya. Banyak agensia yang menyebabkan perubahan sifat alamiah dari protein seperti panas, asam, basa, solven organik, garam, logam berat, radiasi sinar radioaktif (Sudarmadji, 1996).
Struktur asam amino digambarkan sebagai berikut:

                                               H


H2N               C              COOH


                                               R
                                                                                    (Lehninger, 1995).
Protein (asal kata protos dari bahasa Yunani yang berarti "yang paling utama") adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan polimer dari monomer-monomer asam amino yang dihubungkan satu sama lain dengan ikatan peptida. Molekul protein mengandung karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen dan kadang kala sulfur serta fosfor. Protein berperan penting dalam struktur dan fungsi semua sel makhluk hidup dan virus.
Kebanyakan protein merupakan enzim atau subunit enzim. Jenis protein lain berperan dalam fungsi struktural atau mekanis, seperti misalnya protein yang membentuk batang dan sendi sitoskeleton. Protein terlibat dalam sistem kekebalan (imun) sebagai antibodi, sistem kendali dalam bentuk hormon, sebagai komponen penyimpanan (dalam biji) dan juga dalam transportasi hara. Sebagai salah satu sumber gizi, protein berperan sebagai sumber asam amino bagi organisme yang tidak mampu membentuk asam amino tersebut (heterotrof).
Protein merupakan salah satu dari biomolekul raksasa, selain polisakarida, lipid, dan polinukleotida, yang merupakan penyusun utama makhluk hidup. Selain itu, protein merupakan salah satu molekul yang paling banyak diteliti dalam biokimia. Protein ditemukan oleh Jöns Jakob Berzelius pada tahun 1838.
Sifat-sifat protein beraneka ragam, dituangkan dalam berbagai sifatnya saat bereaksi dengan air, beberapa reagen dengan pemanasan serta beberapa perlakuan lainnya. Semua molekul dengan jenis protein tertentu mempunyai komposisi dan deret asam amino dan panjang rantai polipeptida yang sama. Protein memiliki fungsi sebagai berikut(Lehninger,1996):
·         Enzim merupakan katalisbiokimia
·         Pengukur pergerakan
·         Alat pengangkut dan penyimpan
·         Penunjang mekanisme tubuh
·         Pertahanan tubuh
·         Media perambatan impuls saraf
·         Pengendali pertumbuhan
Kunci ribuan protein yang berbeda strukturnya adalah gugus pada molekul unit pembangunan protein yang relatif sederhana dibangun dari rangkaian dasar yang sama, dari 20 asam amino mempunyai rantai samping yang khusus, yang berikatan kovalen dalam urutan yang khas. Karena masing-masing asam amino mempunyai rantai samping yang khusus yang memberikan sifat kimia masing-masing individu, kelompok 20 unit pembangunan ini dapat dianggap sebagai abjad struktur protein(Lehninger, 1996).
Struktur protein dapat dilihat sebagai hirarki, yaitu berupa struktur primer (tingkat satu), sekunder (tingkat dua), tersier (tingkat tiga), dan kuartener (tingkat empat):
·         struktur primer protein merupakan urutan asam amino penyusun protein yang dihubungkan melalui ikatan peptida (amida). Frederick Sanger merupakan ilmuwan yang berjasa dengan temuan metode penentuan deret asam amino pada protein, dengan penggunaan beberapa enzim protease yang mengiris ikatan antara asam amino tertentu, menjadi fragmen peptida yang lebih pendek untuk dipisahkan lebih lanjut dengan bantuan kertas kromatografik. Urutan asam amino menentukan fungsi protein, pada tahun 1957, Vernon Ingram menemukan bahwa translokasi asam amino akan mengubah fungsi protein, dan lebih lanjut memicu mutasi genetik.
·         struktur sekunder protein adalah struktur tiga dimensi lokal dari berbagai rangkaian asam amino pada protein yang distabilkan oleh ikatan hidrogen. Berbagai bentuk struktur sekunder misalnya ialah sebagai berikut:
    • alpha helix (α-helix, "puntiran-alfa"), berupa pilinan rantai asam-asam amino berbentuk seperti spiral;
    • beta-sheet (β-sheet, "lempeng-beta"), berupa lembaran-lembaran lebar yang tersusun dari sejumlah rantai asam amino yang saling terikat melalui ikatan hidrogen atau ikatan tiol (S-H);
    • beta-turn, (β-turn, "lekukan-beta"); dan
    • gamma-turn, (γ-turn, "lekukan-gamma").
·         struktur tersier yang merupakan gabungan dari aneka ragam dari struktur sekunder. Struktur tersier biasanya berupa gumpalan. Beberapa molekul protein dapat berinteraksi secara fisik tanpa ikatan kovalen membentuk oligomer yang stabil (misalnya dimer, trimer, atau kuartomer) dan membentuk struktur kuartener.
·         contoh struktur kuartener yang terkenal adalah enzim Rubisco dan insulin.
Struktur primer protein bisa ditentukan dengan beberapa metode: (1) hidrolisis protein dengan asam kuat (misalnya, 6N HCl) dan kemudian komposisi asam amino ditentukan dengan instrumen amino acid analyzer, (2) analisis sekuens dari ujung-N dengan menggunakan degradasi Edman, (3) kombinasi dari digesti dengan tripsin dan spektrometri massa, dan (4) penentuan massa molekular dengan spektrometri massa.
B.     Albumin (Putih Telur)
Telur merupakan bahan makanan yang sangat akrab dengan kehidupan kita sehari-hari. Telur sebagai sumber protein mempunyai banyak keunggulan antara lain, kandungan asam amino paling lengkap dibandingkan bahan makanan lain seperti ikan, daging, ayam, tahu, tempe, dll. Telur mempunyai citarasa yang enak sehingga digemari oleh banyak orang. Telur juga berfungsi dalam aneka ragam pengolahan bahan makanan. Selain itu, telur termasuk bahan makanan sumber protein yang relatif murah dan mudah ditemukan. Hampir semua orang membutuhkan telur.
Telur adalah salah satu bahan makanan asal ternak yang bernilai gizi tinggi karena mengandung zat-zat makanan yang sangat dibutuhkan oleh tubuh manusia seperti lemak, protein, vitamin dan mineral, serta memiliki daya cerna yang tinggi (Sirait, 1986). Jumlah albumen dalam satu bulatan utuh telur ialah sekitar 60%, mengandung lima jenis protein dan sedikit karbohidrat (http://sukarno.web.ugm.ac.id/index.php/category/perunggasan, 2008). Albumen atau lazimnya disebut putih telur merupakan protein globular yang tidak rapat atau tersusun dalam aturan tertentu. Molekul air mudah menerobos ke ruang-ruang kosong dalam molekul protein. Protein globular dapat terdispersi dengan baik dalam air atau larutan garam, membentuk koloid, serta terpengaruh oleh asam, alkali dan panas (Gaman dan Sherrington, 1992). Rasyaf (1985) menyatakan terdapat lima jenis protein dalam putih telur yakni ovalbumin, ovomukoid, ovomusin, ovokoalbumin, dan ovoglobulin.
Putih telur segar dipandang sebagai sistem protein yang terdiri dari serat ovomucin di dalam larutan aquaeus yang banyak mengandung protein (Feeney, 1964). Ovomucin, dengan kandungan karbohidrat sekitar 10%, merupakan protein yang paling umum ditemukan di lapisan tengah albumen. Ovomucin hanya dapat larut dalam larutan alkali (Powrie, 1981)
C.    Susu
Susu yang biasa kita kenal didefinisikan sebagai air susu ambing hewan sehat yang tidak dikurangi atau ditambahi suatu apapun. Susu diperoleh dari hasil sekresi normal kelenjar susu pada hewan sehat secara teratur dan sekaligus. Hewan penghasil susu biasanya jenis hewan mamalia terutama sapi, kambing, kerbau maupun onta. Untuk konsumsi manusia pada umumnya dipergunakan susu sapi, walaupun pada daerah tertentu juga mengkonsumsi susu kambing dan susu kerbau (Syarief, 1991).
Susu merupakan cairan berbentuk koloid agak kental yang berwarna putih sampai kuning, tergantung jenis hewan, makanan dan jumlah susu. Apabila volume yang agak besar, susu tampak sebagai cairan berwarna putih atau kuning padat (opague), namun bila dalam suatu lapisan yang tipis (volume yang sedikit) akan tampak transparan. Pemisahan lemak susu menyebabkan warnanya menjadi agak kebiruan (Syarief, 1991). Lemak susu berbentuk emulsi dengan ukuran diameter lemak yang memungkinkan terjadinya pemisahan “cream” dan pembuatan keju. Lemak susu inilah yang menentukan aroma dan cita rasa susu maupun hasil olahannya. Aroma dan citar asa susu sangat dipengaruhi oleh laktosa susu. Penyimpangan aroma susu dapat berasal dari hewan penghasil susu.
Protein susu sapi dapat dikelompokkan ke dalam dua golongan yaitu kasein yang merupakan fosfoprotein dan meliputi 78% dari bobot total dan protein serum susu meliputi 17% dari bobot total. Selain itu sekitar 5% dari bobot total susu merupakan senyawa yang mengandung nitrogen nonprotein (senyawa- NNP), dan ini meliputi peptida dan asam amino. Susu mengandung juga enzim yang jumlahnya sangat sedikit, termasuk peroksidase, fosfatase asam, fosfatase basa, zantina oksidase, dan amilase.
Protein (akar kataprot os dari bahasa Yunani yang berarti "yang paling utama") adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan polimer dari monomer-monomer asam amino yang dihubungkan satu sama lain dengan ikatan peptida. Molekul protein mengandung karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen dan kadang kala sulfur serta fosfor. Protein berperan penting dalam struktur dan fungsi semua sel makhluk hidup dan virus.
Kasein didefinisikan sebagai golongan heterogen fosfoprotein yang diendapkan dari susu skim pada pH 4,6 dan suhu 20oC. Protein yang tetap berada dalam larutan, disebut serum atau protein dadih, dapat dipisahkan menjadi fraksi laktoglobulin dan laktalbumin klasik dengan cara penjenuhan memakai amonium sulfat atau dengan cara penjenuhan dengan magnesium sulfat.

D.    Denaturasi Protein
Denaturasi protein dapat diartikan suatu perubahan atau modifikasi terhadap struktur sekunder, tertier dan kuartener molekul protein tanpa terjadinya pemecahan ikatan-ikatan kovelen. Karena itu, denaturasi dapat diartikan suatu proses terpecahnya ikatan hydrogen, interaksi hidrofobik, ikatan garam dan aterbukanya lipatan atau wiru molekul protein (Winarno, 1992).
Protein yang terdenaturasi akan berkurang kelarutannya. Lapisan molekul bagian dalam yang ersifat hidrofobik akan keluar sedangkan bagian hidrofilik akan terlipat ke dalam. Pelipatan atau pembakikkan akan terjadi bila protein mendekati pH isoelektris lalu protein akan menggumpal dan mengendap. Viskositas akan bertambah karena molekul mengembang menjadi asimetrik, sudut putaran optis larutan protein juga akan meningkat (Winarno, 1992).
Denaturasi protein meliputi gangguan dan kerusakan yang mungkin terjadi pada struktur sekunder dan tersier protein. Sejak diketahui reaksi denaturasi tidak cukup kuat untuk memutuskan ikatan peptida, dimana struktur primer protein tetap sama setelah proses denaturasi. Denaturasi terjadi karena adanya gangguan pada struktur sekunder dan tersier protein. Pada struktur protein tersier terdapat empat jenis interaksi yang membentuk ikatan pada rantai samping seperti; ikatan hidrogen, jembatan garam, ikatan disulfida dan interaksi hidrofobik non polar, yang kemungkinan mengalami gangguan. Denaturasi yang umum ditemui adalah proses presipitasi dan koagulasi protein (Ophart, C.E., 2003).
Denaturasi dapat terjadi karena panas, Panas dapat digunakan untuk mengacaukan ikatan hidrogen dan interaksi hidrofobik non polar. Hal ini terjadi karena suhu tinggi dapat meningkatkan energi kinetik dan menyebabkan molekul penyusun protein bergerak atau bergetar sangat cepat sehingga mengacaukan ikatan molekul tersebut. Protein telur mengalami denaturasi dan terkoagulasi selama pemasakan. Beberapa makanan dimasak untuk mendenaturasi protein yang dikandung supaya memudahkan enzim pencernaan dalam mencerna protein tersebut (Ophart, C.E., 2003).
Pemanasan akan membuat protein bahan terdenaturasi sehingga kemampuan mengikat airnya menurun. Hal ini terjadi karena energi panas akan mengakibatkan terputusnya interaksi non-kovalen yang ada pada struktur alami protein tapi tidak memutuskan ikatan kovalennya yang berupa ikatan peptida. Proses ini biasanya berlangsung pada kisaran suhu yang sempit (Ophart, C.E., 2003).





III.METODOLOGI PENELITIAN
A.    Alat
Adapun alat yang digunakan pada kegiatan praktikum ini adalah :
·         Alat pemanas
·         Pengatur waktu
·         Pipet ukur
·         Tabung reaksi
·         Rak tabung reaksi
·         Penjepit tabung reaksi
·         Pipet volume
·         Pipet tetes
·         Penangas air

B.     Bahan
Adapun bahan yang digunakan pada kegiatan praktikum ini adalah :
·         Albumin (putih telur) 20%
·         Susu kambing 20%
·         Susu sapi 20%
·         Susu formula 20%
·         NaOH 0,1 N
·         CuSO4 0,1 N
·         Spiritus

C.    Prosedur kerja
Adapun prosedur kerja yang dilakukan pada kegiatan praktikum ini adalah :
·         Disediakan 4 tabung reaksi yang telah bersih dan kering, lalu masing-masing diisi dengan larutan albumin (putih telur), susu kambing, susu sapi, dan susu formula atau susu kemasan sebanyak 2 ml.
·         Ditambahkan pada setiap tabung 1 ml NaOH dan CuSO4 0,1 N sebanyak 3 tetes
·         Dicampur larutan-larutan tersebut dengan baik, lalu amati dan catat perubahan warna yang terjadi
·         Dipanaskan ke-4 larutan tersebut selama 3 menit, dan diamati perubahan warna yang terjadi pada ke-4 larutan yang dipanaskan dari menit ke-1, 2, dan 3.
·         Dicatat perubahan warna yang terjadi pada ke-4 larutan tersebut.




IV.HASIL DAN PEMBAHASAN
A.    Hasil pengamatan
Adapun hasil pengamatan dari kegiatan praktikum ini disajikan dalam tabel pengamatan sebagai berikut :

Tabel pengamatan
N No
Bahan yang diamati
Keadaan awal sampel
Perubahan warna pada sampel
Sebelum pemanasan
(Penambahan NaOH 0,1 N dan CuSO4 0,1 N)
Setelah pemanasan (3 menit)
Ke-1
Ke-2
Ke-3
1
Albumin
Bening (jel)
Ungu muda bening (jel)
Ungu bening
(jel)
Ungu  agak pudar  (kaku)
Bening (kaku)
2
Susu sapi
Putih susu (cair)
Putih keunguan  (cair)
Ungu agak kurang & keruh
Putih susu
Putih susu kental
3
Susu kambing
Putih susu (cair)
Ungu muda tidak bening  (cair)
Ungu agak pudar
Ungu memudar / semakin sedikit
Putih kental (kekuningan)
4
Susu formula
Putih susu (cair)
Putih keunguan  (cair)
Putih, ungu memudar (cair)
Putih susu
Putih kental
(kekuningan)



B.     Pembahasan
Pada praktikum ini, dilakukan pengujian protein terhadap beberapa sampel yaitu albumin (putih telur),susu sapi, susu kambing, dan susu formula. Adapun prosedur kerja pada praktikum ini yaitu kami menyiapkan 4 tabung reaksi yang telah bersih, kemudian masing-masing tabung diisi dengan 2 ml larutan albumin, susu sapi, susu kambing, dan susu formula. Lalu kami beri larutan NaOH 0,1 N sebanyak 1 ml dan CuSO4 sebanyak 3 tetes pada masing-masing tabung. Setelah itu sampel dicampur dengan baik dan diamati serta dicatat perubahan warna yang pada masing-masing sampel. Kemudian sampel dipanaskan selama 3 menit dan diamati perubahan warna yang terjadi setiap menitnya.
Pada praktikum uji protein, setelah masing-masing larutan sampel diberi NaOH 0,1 N sebanyak 1 ml dan CuSO4 sebanyak 3 tetes (sebelum dipanaskan)  terjadi perubahan warna pada masing-masing sampel yakni pada albumin warna berubah dari bening menjadi ungu muda bening (jel), pada susu sapi warna berubah dari putih susu menjadi putih keungu-unguan (cair), pada susu kambing warna berubah dari putih menjadi ungu muda tidak bening (cair), dan pada susu formula warna berubah dari putih menjadi putih keungu-unguan (cair). Setelah masing-masing sampel dipanaskan didapatkan hasil akhir yaitu pada albumin warna berubah menjadi bening (kaku), pada susu sapi warna berubah menjadi putih susu kental (kekuning-kuningan), pada susu kambing warna berubah menjadi putih kental (kekuning-kuningan), dan pada susu formula warna berubah menjadi putih kental (kekuning-kuningan).
Perubahan warna yang terjadi pada masing-masing sampel terjadi karena sampe-sampel tersebut mengandung protein. Penambahan NaOH dan CuSO4 dimaksudkan untuk mengetahui ada tidaknya ikatan peptida dalam sampel (protein). Ikatan peptida dapat ditunjukkan (salah satunya) dengan warna spesifik yang dihasilkan dari reaksi antara ikatan peptida dengan larutan NaOH dan CuSO4. NaOH akan berfungsi sebagai katalis, karena ion OH- dari NaOH akan menarik salah satu ion H+ dari -NH2- protein, sehingga memungkinkan protein membentuk kompleks dengan Cu2+ dari CuSO4. kompleks antara protein dengan CuSO4 inilah yang kemudian membentuk warna ungu pada sampel.  Berikut persamaan rekasi yang terjadi pada salah satu sampel (albumin) :
Albumin  +  NaOH (basa)

Description: http://htmlimg2.scribdassets.com/hb1qh6olcv3p8z/images/8-243f895483.jpg






Pemanasan yang dilakukan pada praktikum uji protein berguna untuk mempercepar rekasi yang terjadi pada masing-masing sampel tersebut, karena reaksi akan berlangsung lebih cepat pada suhu optimal. Namun, apabila suhu terlalu tinggi maka protein akan mengalami kerusakan atau terjadi denaturasi protein, seperti yang terjadi pada masing-masing sampel. Denaturasi protein adalah hilangnya sifat-sifat struktur lebih tinggi oleh terkacaunya ikatan hidrogen dan gaya-gaya sekunder lain yang memutuskan molekul protein. Akibat dari suatu denaturasi adalah hilangnya banyak sifat-sifat biologis suatu protein(Fessenden,1989). Pada pengujian kelarutan protein terhadap pemanasan sebelum pemanasan putih telur berupa cairan kental, setelah pemanasan putih telur tersebut berubah menjadi lebih kaku. Hal ini dikarenakan terjadinya denaturasi protein putih telur tersebut  yang dapat merubah sifat protein menjadi lebih sukar larut dan makin kental. Keadaan ini disebut koagulasi (Gaman dan Sherrington, 1992). Proses pemanasan menyebabkan protein telur terdenaturasi sehingga serabut ovomucin terurai menjadi struktur yang lebih sederhana Interaksi antara protein dan panas mengakibatkan terjadinya koagulasi protein (Alais dan Linden, 1991). Umumnya protein mengalami denaturasi dan koagulasi pada rentang suhu sekitar 55-75 C (De man, 1997).



V. PENUTUP
A.    Kesimpulan.
-          Protein (protos yang berarti ”paling utama") adalah senyawa organik kompleks yang mempuyai bobot molekul tinggi yang merupakan polimer dari monomer-monomer asam amino yang dihubungkan satu sama lain dengan ikatan peptida. Protein merupakan instrumen yang mengekspresikan informasi genetik. Protein mempunyai fungsi unik bagi tubuh antara lain:
·         menyediakan bahan-bahan yang penting peranannya untuk pertumbuhan dan memelihara jaringan tubuh,
·         mengatur kelangsungan proses di dalam tubuh,
·         Dan memberi tenaga jika keperluannya tidak dapat dipenuhi oleh karbohidrat dan lemak.
-          Pada praktikum uji protein, setelah masing-masing larutan sampel diberi NaOH 0,1 N sebanyak 1 ml dan CuSO4 sebanyak 3 tetes (sebelum dipanaskan)  terjadi perubahan warna pada masing-masing sampel yakni
·         Albumin warna berubah dari bening menjadi ungu muda bening (jel),
·         Susu sapi warna berubah dari putih susu menjadi putih keungu-unguan (cair),
·         Susu kambing warna berubah dari putih menjadi ungu muda tidak bening (cair),
·         Susu formula warna berubah dari putih menjadi putih keungu-unguan (cair).
-          Perubahan warna yang terjadi pada masing-masing sampel terjadi karena sampe-sampel tersebut mengandung protein.
-          Penambahan NaOH dan CuSO4 dimaksudkan untuk mengetahui ada tidaknya ikatan peptida dalam sampel (protein).
-          Setelah masing-masing sampel dipanaskan didapatkan hasil akhir yaitu
·         Albumin warna berubah menjadi bening (kaku),
·         Susu sapi warna berubah menjadi putih susu kental (kekuning-kuningan),
·         Susu kambing warna berubah menjadi putih kental (kekuning-kuningan),
·         Susu formula warna berubah menjadi putih kental (kekuning-kuningan).
-          Proses pemanasan menyebabkan protein terdenaturasi
-          Terjadinya warna ungu yang ada pada sampel dikarenakan terbentuk dari ikatan antara Cu dan N, unsur N terdapat pada peptida; menghasilkan CuN yang terjadi dalam suasana basa (melalui penggunaan NaOH). Makin panjang suatu ikatan peptida, maka warna ungu yang terbentuk makin jelas dan makin tua. Pada hasil percobaan, apabila tabung reaksi digoyang maka ungunya akan hilang menyebar yang berarti ikatan peptidanya lepas dan tidak kuat.


























DAFTAR PUSTAKA




Sastrohamidjojo, H. 2005. Kimia Organic ( Streokimia, Karbohidrat, Lemak dan Protein). Penerbit Gadjah Mada University Press: Yogyakarta.

Schumm, Dorothy E. 1993. Intisari Biokimia, Penerbit Binarupa Aksara: Jakarta.

Saleh E. Dasar Pengolahan Susu dan Hasil Ikutan Ternak. Program Studi Produksi Ternak Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

 Aak. 1995. Petunjuk Praktis Beternak Sapi Perah. Yogyakarta: Kanisius.
Sirait, C. H. 1986. Telur dan Pengolahannya. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor.
Gilvery, et al. 1996. Biokimia suatu pendekatan fungsional. Edisi 3. Airlangga University Press: Surabaya
(http://sukarno.web.ugm.ac.id/index.php/category/perunggasan, 2008).




LAMPIRAN
v  Alat dan Bahan
Description: D:\Foto desi\01062011011.jpg         Description: D:\Foto desi\01062011022.jpg
Penjepit tabung reaksi                                                 CuSO4  0,1 N
Description: D:\Foto desi\01062011021.jpg         Description: D:\Foto desi\01062011023.jpg
Rak dan Tabung Reaksi                                              NaOH  0,1 N
v  Sampel yang telah diberi CuSO4 0,1 N dan NaOH 0,1 N
Description: D:\Foto desi\01062011025.jpg          Description: D:\Foto desi\01062011024.jpg
Albumin                                                            Susu Sapi
Description: D:\Foto desi\01062011026.jpg         Description: D:\Foto desi\01062011027.jpg
Susu Formula                                                  Susu Kambing
v  Sampel yang telah dipanaskan selama 3 menit
Description: D:\Foto desi\Albumin.jpg         Description: D:\Foto desi\Sapi.jpg
                        Albumin                                                          Susu Sapi
Description: D:\Foto desi\3 mnt s.frmla.jpg         Description: D:\Foto desi\S.kambing.jpg
Susu Formula                                                  Susu Kambing

Tidak ada komentar:

Posting Komentar